Suatu hari saya mendapatkan sebuah artikel (forward e-mail) yang sangat bagus dengan judul “Menjadi Manusia Bebas”- (sumber saya tidak sebutkan) petikan-petikan statement dari tokoh-tokoh dan contoh-contoh dalam artikel tersebut sangat inspiratif dan menggugah seseorang untuk tetap memberikan upaya yang terbaik bagi hidupnya.
Namun saat sang penulis artikel memberikan contoh dengan; motif kerja karyawan terhadap KPI-nya, hal tersebut menggelitik saya untuk memberikan pandangan mengenai pemahaman berbeda tentang motivasi seorang karyawan yang terkait dengan KPI. (Catatan KPI : Key Performance Indicator, suatu perangkat manajemen yang menterjemahkan unjuk kerja utama seorang karyawan pada posisi tertentu yang dapat mengukur keberhasilan/pencapaian seorang karyawan versus target/goal-goal yang harus dipenuhi dalam rentang waktu tertentu, ada juga yang namanya KRA ; Key Result Area)
Sekedar review dikit tentang apa yang diulas dari artikel tersebut, didalamnya tersirat bawa kita sebagai manusia dalam mengatualisasi diri di dunia kerja jangan membatasi diri hal-hal yang di”set” faktor eksternal, dicontohkan dalam hal ini adalah KPI. Seseorang yang perform hanya dibatasi KPI dideskripsikan sebagai “budak” karena hanya ber”aksi” berdasarkan apa yang sudah tertuang dalam KPI tersebut, dikhawatirkan pembatasan diri ini akan membuat seseorang tidak memberikan prestasi yang terbaik, kemampuan dirinya yang terbaik, dst.
Tapi saya mempunyai yang sedikit tambahan… (silahkan dikomentari); Suatu hal yang naif jika melihat faktor motivasi karyawan hanya dari KPI mereka saja, pandangan saya KPI adalah semacam “kontrak” yang harus dipenuhi karyawan agar perform, secara fair seharusnya motif (asal kata dasar motivasi) yang tercapture pada pencapaian KPI hanyalah dalam scope profesionalisme (What you do is what you get) dan berlaku di lingkungan organisasi bersangkutan
Teorinya seseorang yang bekerja sesuai dengan KPI nya (meet) bisa dikatakan mediocre, sebagian kasus bisa dikatakan sudah perform (tergantung parameternya), yang melebihi target seyogianya mendapatkan insentif yang sudah disepakati, promosi, atau reward (inisiatif perusahaan) , namun jika dilihat dari sisi motivasi nya yang mediocre itu bukan berarti mereka memiliki motivasi rendah lho?
Motivasi sangat dinamis, sudah menjadi prinsip manusia untuk bisa terus berkembang. Motivasi kita digerakan dengan 3 hal :What we want To Have, What we want To Be, dan Kapasitas Diri. KPI menurut saya hanya dapat mengukur motivasi seseorang dari sisi To Have, tetapi untuk TO BE dan untuk motivasi untuk kapasitas diri seseorang hanya bisa diukur dari "dalam" orang tersebut, namun tetap bisa dilihat evidence-evidecenya; misalnya dari mutu pekerjaan dan sikap kesehariannya
Jika suatu organisasi atau sistem yang berlaku pada diri seseorang dalam pekerjaan tidak mampu menampung pertumbuhan (“kebebasan”) motivasi untuk pemenuhan To Be dan peningkatan Kapasitas dirinya, tentu hanya ada 2 pilihan bagi orang tersebut; ia akan berhenti berkembang (authrophy) yang akhirnya bisa membentuk sikap demotivasi, sikap-sikap negatif atau kontra produkti lainnya, atau ia secara naluri akan mencari channel-channel lain sebagai sarana aktualisasi, misalnya untuk pada “peran” lain di luar organisasi kerja. (Menurut saya makna “bebasnya” ya di sini)
Selain keluar dari organisasi, tak jarang ada karyawan mencari “kepuasan” di luar organisasi pekerjaannya (mungkin belum dapat yang lebih baik) walau motifnya kebanyakan yang berupa materi atau titel (To Have), tetapi tidak sedikit juga yang ingin mendapatkan sesuatu “kepuasan” untuk mendapatkan nilai yang ada pada To Be atau untuk meningkatkan Kapasitas diri, karena di”luar” sanalah mereka mendapatkan banyak sekali enerji-enerji positif yang bisa memuaskan “kebutuhan” mereka tersebut, selain materi atau titel, misalnya; Pengakuan, Ilmu pengetahuan (ilmu baru atau memperdalam ilmu), Social Network, beramal, dan ragam motif lainnya.
Sebagai seorang atasan atau seseorang yang bertanggung jawab atas suatu organisasi setidaknya harus mampu secara bijak memahami motivasi yang “bergerak” di organisasi. Semakin jeli menangkap nilai-nilai yang dianut oleh karyawan, semakin mampulah menilai kualitas seseorang, semakin lihai menciptakan channel-chanel yang mampu menampung “pertumbuhan” cita-cita, kapasitas karyawan, maka semakin produktif organisasinya
---
Terinspirasi dari buku: Kubik Leadership dan 7 Habits og Highly Effective People